MANUSIA
DAN HARAPAN
1.
Pengertian Harapan
Harapan
berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi, sehingga
harapan dapat diartikan sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Yang dapat
disimpulkan harapan itu menyangkut permasalahan masa depan.
Setiap
manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati
dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya
berupa pesan – pesan kepada ahli warisnya.
Harapan
tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup dan
kemampuan masing – masing. Misalnya, Budi hanya mampu membeli sepeda, biasanya
tidak mempunyai harapan untuk membeli mobil. Seorang yang mempunyai harapan
yang berlebihan terkadang akan berakibat menjadi tertawaan orang banyak seperti
pribahasa “Si pungguk merindukan bulan”, walaupun tidak ada yang tidak mungkin
didunia ini bila Tuhan berkehandak.
Harapan
harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan dapat terwujud, maka diperlukan usaha
dengan sungguh – sungguh, berdoa dan pada akhirnya bertawakal agar harapan itu
dapat terwujud.
2.
Persamaan Harapan dan Cita-cita
Harapan
berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi; sehingga
harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian harapan
menyangkut masa depan.
Setiap
manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati
dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya
berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Harapan tersebut tergantung pada
pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan masing-masing.
Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai
harapan. Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri
sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud,
maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh. Manusia wajib selalu berdoa. Karena
usaha dan doa merupakan sarana terkabulnya harapan.
Cita-cita
merupakan Impian yang disertai dengan tindakan dan juga di berikan batas waktu.
Jadi kalau kita bermimpi untuk menjadi netpreneur yang sukses, ya harus di
sertai tindakan jangan cuma berandai-andai saja. Serta jangan lupa di berikan
target waktu sehingga kita punya timeline
kapan hal tersebut kita inginkan terealiasasi.
Dari
kecil kita pasti dinasehati oleh orangtua, guru ataupun buku untuk
menggantungkan cita-cita setinggi langit. Semua itu memang benar karena dengan
adanya cita-cita atau impian dalam hidup kita akan membuat kita semangat dan
bekerja keras untuk menggapai kehidupan yang lebih baik di dunia.
Cita-cita
yang baik adalah cita-cita yang dapat dicapai melalui kerja keras, kreativitas,
inovasi, dukungan orang lain dan sebagainya. Khayalan hasil melamun cenderung
tidak logis dan bersifat mubazir karena banyak waktu yang terbuang untuk
menghayal yang tidak-tidak.
Dalam
bercita-cita pun sebaiknya jangan terlalu mendetail dan fanatik karena kita
bisa dibuat stres dan depresi jika tidak tercapai. Contoh adalah seseorang yang
punya cita-cita jadi dokter. Ketika dia tidak masuk jurusan IPA dia stress,
lalu gagal SNMPTN/SPMB kedokteran dia stress, dan seterusnya.
Tidak
semua orang bisa menentukan cita-cita. Jika tidak bisa menentukan cita-cita,
maka bercita-citalah untuk menjadi orang yang berguna dan dicintai orang banyak
dengan hidup yang berkecukupan. Untuk mendapatkan motivasi dalam mengejar
cita-cita kita bisa mempelajari kisah sukses orang lain atau membaca atau
melihat film motivasi hidup seperti laskar pelangi.
Bila
dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu
muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Antara harapan
dan cita-cita terdapat persamaan yaitu: keduanya menyangkut masa depan karena
belum terwujud, pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan
hal yang lebih baik atau meningkat.
3.
Contoh Harapan
Seorang
manusia pasti memiliki harapan. Namun ada banyak macam harapan yang biasa atau
sering kita temukan dalam kehidupan keseharian. Seperti contoh :
a. Seseorang berharap
menjadi orang kaya
Sebagai
seorang manusia, menjadi orang kaya adalah harapan yang selalu diinginkan semua
orang. Bahkan untuk menjadi orang kaya banyak cara dapat dilakukan oleh
seseorang meskipun cara yang mereka tempuh untuk menjadi kaya tidak baik atau
justru merampas hak orang lain, misalnya seperti mencuri atau korupsi.
b. Harapan untuk hidup
sehat
Banyak
orang bilang kalau sehat itu mahal, dan hal tersebut benar adanya. Jika
seseorang sudah sakit, ia akan mengeluarkan biaya yang mahal untuk mengobati
penyakitnya tersebut dan bagi yang sehat pun harus menjaga kesehatan nya agar
tidak jatuh sakit terlebih lagi jika mereka memiliki riwayat penyakit keturunan
yang tentu membuat seseorang harus hidup sehat agar dapat mengurangi risiko
terkena nya penyakit keturunan tersebut.
c. Harapan menjadi
orang terkenal
Saat
ini semakin maju nya teknologi dan semakin canggih nya alat komunikasi ataupun
semakin maju nya fashion membuat banyak orang berlomba-lomba untuk menunjukkan
apa yang mereka miliki agar orang lain dapat melihat nya dan membuat orang
tersebut menjadi terkenal karena menjadi bahan perbincangan, misalnya seseorang
yang memiliki kemampuan dalam bermusik, ia dapat membuat video saat ia bermain
alat musik ataupun bernyanyi agar orang lain melihat nya dan membuat ia menjadi
terkenal nanti nya.
4.
Pengertian Doa
Dapat
dikatakan bahwa setiap orang yang beragama pasti berdoa. Doa menjadi bagian
yang esensial dalam kehidupan manusia yang beragama. Doa memegang peranan
penting untuk kelangsungan dan perjalanan hidup manusia, untuk itu hampir
disetiap perjalanan hidup manusia beragama, ia akan berdoa untuk melakukan
segala sesuatu agar ia memperoleh selamat dan sejahtera.
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, doa adalah permohonan (harapan, permintaan,
pujian) kepada Tuhan. Sedangkan berdoa artinya adalah mengucapkan (memanjatkan)
doa kepada Tuhan. Berarti doa adalah suatu permohonan yang ditujukan kepada
Allah yang didalamnya ada harapan,permintaan dan pujian.
Menurut
ajaran Islam, berdoa termasuk salah satu ibadah dan pengabdian kepada Allah
SWT. Karenanya siapa yang banyak berdoa akan memperoleh banyak pahala dari
Allah SWT. Dan doa yang dijanjikan Allah SWT menerimanya ialah doa yang
disertai amal usaha disamping khusu’ dan tawadhu’. Sedang menurut Abu Sa’id
al-Khudriy ra, Rasulullah SAW bersabda: “Semua doa pasti dikabulkan Allah SWT,
hanya waktunya yang berbeda: (1) Disegerakan pengabulan doanya; (2) Disimpan untuk
di akhirat; dan (3) Dihindarkan dari kejahatan sebesar itu kepadanya.”
5.
Macam-macam Doa
Ditinjau
dari makna, doa adalah pengharapan kepada sesuatu kekuatan yang dinilai
melebihi kemampuan dirinya. Dalam pengertian ini doa dibagi kedalam beberapa
bagian. Pertama, doa mahmudah, yakni doa yang kandungannya adalah segala
sesuatu yang telah diajarkan oleh nabi Muhammad Saw melalui hadis-hadisnya atau
segala hal yang berkaitan dengan nilai kebenaran menurut syariat Islam, baik
yang dibawa Nabi Muhammad Saw maupun yang dibawa oleh nabi-nabi yang
sebelumnya, serta semua pengharapan akan kebaikan yang diperoleh oleh agama.
Kedua,
doa madzmumah atau fasidah, yaitu harapan yang berakhir keburukan atau niat
buruk yang bertentangan dengan syariat, serta apa saja yang dilarang langsung
oleh Rasulullah Saw.
Dalam
kategori mahmudah, jika ditinjau dari bentuknya, dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok. Pertama, yang menggunkan kalimat perintah (fi’l amr) atau permohonan
kepada Allah. Kedua, yang menggunakan nama-nama Allah atau al-asma’ al-husna,
yaitu dengan membaca berulang-ulang salah satu nama-Nya dengan harapan mendapatkan
sesuatu yang sesuai dengan makna nama tersebut. Ketiga, yang berupa pujian
kepada Allah dan secara harfiah tidak menyiratkan apa yang dimohonkan. Pada
masa ini, doa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu doa fuqoha dan doa para
sufi,
a. Doa fuqoha, umumnya
ditandai dengan pengguanaan kalimat perintah (fi’il amr) dan penyebutan
langsung apa yang diminta tanpa berliku-liku dengan mengungkapkan kelemahan dan
tak keberdayaan diri dihadapan Allah.
b. Doa para sufi,
ditandai dengan kecenderungan pada keyakinan bahwa Allah memahami segala yang
diharapkannya melalui pujian-pujian yang ditunjukkan kepada-Nya.
6.
Contoh Doa
Contoh doa dalam agama islam:
a. Do’a Sebelum Makan
Allahumma
baarik lanaa fiimaa razaqtana wa qinaa ‘adzaa-bannaari
Bismillahirrahmaaniraahiimi.
Artinya : Ya Allah
berkahilah kami dalam rezki yang telah Engkau limpahkan kepada kami, dan
peliharalah kami dari siksa neraka. Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang. (HR. Ibnu as-Sani)
b. Do’a Sesudah Makan
Alhamdulillahilladzii
ath’amanaa wa saqaanaa wa ja’alanaa muslimiina.
Artinya : Segala puji
bagi Allah Yang telah memberi kami makan dan minum, serta menjadikan kami
muslim. (HR. Abu Daud)
Alhamdulilaahilladzi
ath’amanii hadzaa wa razaqaniihi min ghayri hawlin minnii wa laa quwwatin.
Artinya : Segala puji
bagi Allah yang telah memberiku makanan ini dan melipahkannya kepadaku tanpa
daya dan kekuatanku. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
c. Do’a Sebelum Tidur
Bismikallahhumma
ahyaa wa bismika amuutu.
Artinya : Dengan
nama-Mu ya Allah aku hidup dan dengan nama-Mu aku mati. (HR. Bukhari dan Muslim)
d. Do’a Sesudah Bangun
Tidur
Alhamdulillaahil
ladzii ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wa ilayhin nusyuuru.
Artinya : Segala puji
bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami. Kepada-Nya-lah kami
akan kembali (HR. Bukhari)
e. Do’a Terkejut Bangun
Dari Tidur
A’uudzu
bikalimaatillahit tammaati min ghadhabihi wa min syarri ‘ibaadihi wa min
hamazaatisy syayaathiini wa an yahdhuruuni.
Artinya : Aku
berlindung dengan kalimah Allah yang sempurna dari kemarahan Allah dari
kejahatan hamba-hamba-Nya dan dari gangguan setan dan dari kehadiran mereka
(HR. Abu Daud dan Tir-middzi)
f. Do’a Mimpi Baik
Alhamudlillaahirrabbil
‘alamiin.
Artinya : Segala puji
bagi Allah Tuhan sekalian alam (HR. Bukhari)
g. Do’a Mimpi Tidak
Baik
Allaahumma
innii a;uudzu bika min ‘amalisy syaythaani, wa sayyi’aatil ahlaami.
Artinya : Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan setan dan dari mimpi-mimpi
yang buruk (HR. Ibn as-Sani)
7.
Pengertian Kepercayaan
Kepercayaan
adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki
keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh
situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu
keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang-
orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang dipercayai (Moorman,
1993).
Menurut
Rousseau et al (1998), kepercayaan adalah wilayah psikologis yang merupakan
perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perilaku yang
baik dari orang lain. Kepercayaan konsumen didefinisikan sebagai kesediaan satu
pihak untuk menerima resiko dari tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa
pihak lain akan melakukan tindakan penting untuk pihak yang mempercayainya,
terlepas dari kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan tindakan pihak yang
dipercaya (Mayer et al, 1995).
Menurut
Ba dan Pavlou (2002) mendefinisikan kepercayaan sebagai penilaian hubungan
seseorang dengan orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu sesuai
dengan harapan dalam sebuah lingkungan yang penuh ketidakpastian.
Kepercayaan
terjadi ketika seseorang yakin dengan reliabilitas dan integritas dari orang
yang dipercaya (Morgan & Hunt, 1994).
Doney
dan Canon (1997) bahwa penciptaan awal hubungan mitra dengan pelanggan
didasarkan atas kepercayaan. Hal yang senada juga dikemukakan oleh McKnight,
Kacmar, dan Choudry (dalam Bachmann & Zaheer, 2006), menyatakan bahwa
kepercayaan dibangun sebelum pihak-pihak tertentu saling mengenal satu sama
lain melalui interaksi atau transaksi. Kepercayaan secara online mengacu pada kepercayaan
dalam lingkungan virtual.
Menurut
Rosseau, Sitkin, dan Camere (1998), definisi kepercayaan dalam berbagai konteks
yaitu kesediaan seseorang untuk menerima resiko. Diadaptasi dari definisi
tersebut, Lim et al (2001) menyatakan kepercayaan konsumen dalam berbelanja
internet sebagai kesediaan konsumen untuk mengekspos dirinya terhadap
kemungkinan rugi yang dialami selama transaksi berbelanja melalui internet,
didasarkan harapan bahwa penjual menjanjikan transaksi yang akan memuaskan
konsumen dan mampu untuk mengirim barang atau jasa yang telah dijanjikan.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kepercayaan konsumen adalah kesediaan satu pihak
menerima resiko dari pihak lain berdasarkan keyakinan dan harapan bahwa pihak
lain akan melakukan tindakan sesuai yang diharapkan, meskipun kedua belah pihak
belum mengenal satu sama lain.
8.
Teori-teori Kebenaran
Ontologi
membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu
pengetahuan,filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai
objek ilmu pengetahuan. Epistemologis
membahas masalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern,
jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar
utamanya rasionalisme dan empirisme. Aksiologi menyangkut tujuan diciptakannya
ilmu pengetahuan, mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis. Kerangka
filsafat di atas akan memudahkan pemahaman mengenai keterkaitan berbagai ilmu
dalam mencari kebenaran.
Teori Kebenaran Dalam
Perspektif Filsafat Ilmu
Dalam
studi Filsafat Ilmu, pandangan tentang suatu ‘kebenaran’ itu sangat tergantung
dari sudut pandang filosofis dan teoritis yang dijadikan pijakannya. Dalam
menguji suatu kebenaran diperlukan teori-teori ataupun metode-metode yang akan
berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya pengujian tersebut. Berikut ini
beberapa teori tentang kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu:
a. Teori Korespondensi
(Bertand Russel 1872-1970)
Teorikebenaran
korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah
benar jika berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran
atau suatu keadaan dikatakan benar jika adakesesuaian antara arti yang dimaksud
oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi (ungkapan atau keputusan)
adalah benar apabila terdapat suatu faktayang sesuai dan menyatakan apa adanya.
Teori ini sering diasosiasikan denganteori-teori empiris pengetahuan.
Ujian
kebenaran yang di dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luas
oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan
kepadarealita obyektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah
persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara
pertimbangan (judgement) dan situasi yang dijadikan pertimbangan itu, serta
berusaha untuk melukiskannya, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan
pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus,
1987:237).
Jadi,
secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh
pernyataan tersebut (Suriasumantri, 1990:57).
Misalnya
jika seorang mahasiswa mengatakan “matahari terbit dari timur” maka pernyataan
itu adalah benar sebab pernyataan tersebut bersifat faktual, atau sesuai dengan
fakta yang ada bahwa matahari terbit dari timur dan tenggelam di sebelah barat.
Menurut
teori korespondensi, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan
langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan. Jika sesuatu pertimbangan sesuai
dengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak maka pertimbangan itu
salah (Jujun, 1990:237).
Teori
ini menganggap. Teori kebenaran korespondensi adalah “teori kebenaran yang
menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar kalau isi pengetahuan yang
terkandung dalam pernyataan tersebut berkorespondensi (sesuai) dengan objek
yang dirujuk oleh pernyataan tersebut.”
Teori
kebenaran Korespondensi. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran
yang paling awal (tua) yang berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles, teori
ini menganggap bawa “suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila
pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian dengan kenyataan (realitas empirik)
yang diketahuinya”, Contoh, ilmu-ilmu pengetahuan alam.
Menurut
teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian
(correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat
dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Dengan
demikian kebenaran epistimologis adalah kemanunggalan/keselarasan antara
pengetahuan yang ada pada subjek dengan apa yang ada pada objek, atau
pernyataan yang sesuai dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang
sesuai dengan situasi actual.
Teori
korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme.diantara
pelopor teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, Russel, Ramsey dan Tarski.
Mengenai teori korenspondensi tentang kebenaran, dapat disimpulkan sebagai
berikut: "Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu
dengan kenyataan itu sendiri".
b. Teori Koherensi atau
Konsistensi
Teori
kebenaran Koherensi. Tokoh teori ini adalah Spinosa, Hegel dan Bradley. Suatu
pengetahuan dianggap benar menurut teori ini adalah “bila suatu proposisi itu
mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu yang bernilai
benar”. Jadi, kebenaran dari pengetahuan itu dapat diuji melalui
kejadian-kejadian sejarah, atau melalui pembuktian logis atau matematis. Pada
umumnya ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu sosial, ilmu logika, menuntut kebenaran
koherensi.
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan
antara putusan dengan fakta atau realita, tetapi atas hubungan antara
putusan-putusan itu sendiri, dengan kata lain kebenaran ditegakkan atas
hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya yang telah
kita ketahui dan kebenarannya terlebih dahulu.
Teori
ini menganggap bahwa“ "Suatu pernyataan dapat dikatakan benar apabila
pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang di anggap benar".
Misalnya
bila kita menganggap bahwa pernyataan “semua hewan akan mati” adalah suatu
pernyataan yang benar, maka pernyataan “bahwa ayam adalah hewan, dan ayam akan
mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan
pernyataan yang pertama.
Jadi
menurut teori ini, “putusan yang satu dengan putusan yang lainnya saling
berhubungan dan saling menerangkan satu sama lain. Maka lahirlah rumusan
kebenaran adalah konsistensi, kecocokan.”
Teori kebenaran
koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau
konsistensi. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan
yang lain. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila
pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990:55).
Artinya
pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan
pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut
logika.
Suatu
kebenaran tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi atau kensistensi antara
pernyataan dan realitas saja, akan tetapi juga karena adanya pernyataan yang
konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Dengan kata lain suatu proposisi
dilahirkan untuk menyikapi dan menanggapi proposisi sebelumnya secara konsisten
serta adanya interkoneksi dan tidak adanya kontradiksi antara keduanya.
Misalnya,
bila kita menganggap bahwa “maksiat adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah”
adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “mencuri adalah
perbuatan maksiat, maka mencuri dilarang oleh Allah” adalah benar pula, sebab
pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
Kelompok
idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley dan
Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu
makatiap-tiap pertimbangan yang benar
dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus
dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut
(Titus,1987:239)
c. Teori Pragmatis
(Charles S 1839-1914)
Teori
pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah
yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini
kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah
berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan
filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini di antaranya adalah William
James(1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan
C.I.Lewis (Jujun, 1990:57).
Teori
kebenaran Pragmatis. Tokohnya adalah William James dan John Dewey. Suatu
pengetahuan atau proposisi dianggap benar menurut teori ini adalah “bila
proposisi itu mempunyai konsekwensi-konsekwensi praktis (ada manfaat secara
praktis) seperti yang terdapat secara inheren dalam pernyataan itu sendiri”,
maka menurut teori ini, tidak ada kebenaran mutlak, universal, berdiri sendiri
dan tetap. Kebenaran selalu berubah dan tergantung serta dapat diroreksi oleh
pengamalan berikutnya.
Jika
seseorang menyatakan teori X dalam pendidikan, lalu dari teori itu dikembangkan
teori Y dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X dianggap benar
karena fungsional.
Pragmatism
berasal dari bahasa Yunani Pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan,
perbuatan, dan tindakan. Menurut teori ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil,
atau teori semata-mata bergantung pada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar
jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan
manfaat bagi kehidupan manusia. Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila
ia mambawa kepada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku pada praktek,
apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh
hasilnya dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi kebenaran ialah apa saja yang
berlaku.
Teori
kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi
oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya
suatu dalil atau teori tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebut
bagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teori
ini juga dikenal dengan teori problem solving, artinya teori yang dengan itu
dapat memecahkan segala aspek permasalahan. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis.
Menurut
teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau
memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan
yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis,
batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability)
dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences). Teori
ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak.
Francis
Bacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus mencari
keuntungan-keuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi. Ilmu
pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia. Dengan
kata lain ilmu pengetahuan manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini membawa
jiwa bersifat eksploitatif terhadap alam karena tujuan ilmu adalah mencari
manfaat sebesar mungkin bagi manusia.
d. Teori Performatif
Teori
ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang
otoritas tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di
Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan
sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi
tertentu.Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan
oleh pemegang otoritas tertentu walaupun tak jarang keputusan tersebut
bertentangan dengan bukti-bukti empiris.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti
kebenaran performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah,
pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran
performatif dapat membawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan
beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.
Masyarakat
yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan
rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti
kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih
sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka
tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan
rasio untuk mencari kebenaran.
e. Teori Konsensus
Suatu
teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau
perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung
paradigma tersebut. Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena
adanya paradigma. Sebagai komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai
bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun
tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama.
Paradigma
juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai
bersamayang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma
berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis.
Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu
paradigma dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa
mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara
tuntas.
f. Teori Kebenaran
Sintaksis
Teori
ini berkembang diantara para filsuf analisa bahasa, seperti Friederich Schleiermacher.
Menurut teori ini, ‘suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu
mengikuti aturan sintaksis (gramatika) yang baku’.
g. Teori Kebenaran
Semantis
Menurut
teori kebenaran semantik, suatu proposisi memiliki nilai benar ditinjau dari
segi arti atau makna. Apakah proposisi itu pangkal tumpuannya pengacu
(referent) yang jelas? Jadi, memiliki arti maksudnya menunjuk pada referensi
atau kenyataan, juga memiliki arti yang bersifat definitif.
h. Teori Kebenaran
Non-Deskripsi
Teori
Kebenaran Non-Deskripsi. Teori ini dikembangkan oleh penganut filsafat
fungsionalisme. Jadi, menurut teori ini suatu statemen atau pernyataan itu akan
mempunyai nilai benar ditentukan (tergantung) peran dan fungsi pernyataan itu
(mempunyai fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari).
i. Teori Kebenaran
Logik
Teori
ini dikembangkan oleh kaum positivistik. Menurut teori ini, bahwa problema
kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini akibatnya merupakan
suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa—pernyataan—yang hendak dibuktikan
kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing saling
melingkupinya.
j. Agama sebagai Teori
Kebenaran
Manusia
adalah makhluk pencari kebenaran, salah satu cara untuk menemukan suatu
kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri
memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik
tentang alam, manusia maupun tentang tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran
sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia, maka
dalam teori ini lebih mengedepankan wahyu yang bersumber dari tuhan.
Penalaran
dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berfikir setelah melakukan
penyelidikan dan pengalaman. Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran
sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang
masalah asasi dari atau kepada kitab suci, dengan demikian suatu hal itu dianggap
benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran
mutlak.
9.
Usaha-usaha Manusia untuk Meningkatkan Rasa Percaya Kepada Tuhan
a. Meningkatkan
ketaqwaan kita dengan jalan meningkatkan ibadah.
b. Meningkatkan
pengabdian kita kepada masyarakat.
c. Meningkatkan
kecintaan kita kepada sesama manusia dengan jalan suka menolong, dermawan, dan
sebagainya.
d. Mengurangi nafsu
mengumpulkan harta yang berlebihan.
e. Menekan perasaan
negatif seperti iri, dengki, fitnah, dan sebagainya.
Referensi: