MANUSIA
DAN KEBUDAYAAN
1.
Pengertian Manusia
Secara
bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah
fakta, sebuah gagasanatau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang
individu.
Manusia
adalah mahluk yang luar biasa kompleks. Kita merupakan paduan antara mahluk
material dan mahluk spiritual. Dinamika manusia tidak tinggal diam karena
manusia sebagai dinamika selalu mengaktivisasikan dirinya.
Pengertian
Manusia Menurut Para Ahli:
Nicolaus D. & A. Sudiarja:
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan
rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.
Abineno J. I:
Manusia adalah “tubuh yang berjiwa” dan bukan “jiwa abadi yang berada atauyang
terbungkus dalam tubuh yang fana”.
Upanisads:
Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana
atau badan fisik.
Sokrates:
Manusia adalah mahluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar
dan lebar.
Kees Bertens:
Manusia adalah suatu mahluk yang terdiri dari 2 unsur yang kesatuannya tidakdinyatakan.
I Wayan
Warta: Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu
cipta, rasa dan karsa.
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany:
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir,
dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh),
manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.
Erbe Sentanu:
Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dibilang manusia
adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk yang lain.
Paula J. C & Janet W. K:
Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban
tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun
pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinan.
Manusia
atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah
kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan
sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"),
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang
bervariasi yang, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan
ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan
dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan
penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta
perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk
membentuk kelompok, dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta
pertolongan.
Penggolongan
manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah,
jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak
muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak
muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan
lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak,
remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
Selain
itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri
fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi
sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota
partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh,
keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain
sebagainya.
2.
Hakikat Manusia
Manusia
adalah keyword yang harus dipahami terlebih dahulu bila kita ingin memahami
pendidikan. Untuk itu perlu kiranya melihat secara lebih rinci tentang beberapa
pandangan mengenai hakikat manusia:
a. Pandangan
Psikoanalitik
Dalam
pandangan psikoanalitik diyakini bahwa pada hakikatnya manusia digerakkan oleh
dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif. Hal ini
menyebabkan tingkah laku seorang manusia diatur dan dikontrol oleh kekuatan
psikologis yang memang ada dalam diri manusia. Terkait hal ini diri manusia
tidak memegang kendali atau tidak menentukan atas nasibnya seseorang tapi
tingkah laku seseorang itu semata-mata diarahkan untuk mememuaskan kebutuhan
dan insting biologisnya.
b. Pandangan Humanistik
Para
humanis menyatakan bahwa manusia memiliki dorongan-dorongan dari dalam dirinya
untuk mengarahkan dirinya mencapai tujuan yang positif. Mereka menganggap
manusia itu rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Hal ini membuat
manusia itu terus berubah dan berkembang untuk menjadi pribadi yang lebih baik
dan lebih sempurna. Manusia dapat pula menjadi anggota kelompok masyarakat
dengan tingkah laku yang baik. Mereka juga mengatakan selain adanya
dorongan-dorongan tersebut, manusia dalam hidupnya juga digerakkan oleh rasa
tanggung jawab sosial dan keinginan mendapatkan sesuatu. Dalam hal ini manusia
dianggap sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial.
c. Pandangan Martin
Buber
Martin
Buber mengatakan bahwa pada hakikatnya manusia tidak bisa disebut ‘ini’ atau
‘itu’. Menurutnya manusia adalah sebuah eksistensi atau keberadaan yang
memiliki potensi namun dibatasi oleh kesemestaan alam. Namun keterbatasan ini
hanya bersifat faktual bukan esensial sehingga apa yang akan dilakukannya tidak
dapat diprediksi. Dalam pandangan ini manusia berpotensi utuk menjadi ‘baik’
atau ‘jahat’, tergantung kecenderungan mana yang lebih besar dalam diri
manusia. Hal ini memungkinkan manusia yang ‘baik’ kadang-kadang juga melakukan
‘kesalahan’.
d. Pandangan
Behavioristik
Pada
dasarnya kelompok Behavioristik menganggap manusia sebagai makhluk yang reaktif
dan tingkah lakunya dikendalikan oleh faktor-faktor dari luar dirinya, yaitu
lingkungannya. Lingkungan merupakan faktor dominan yang mengikat hubungan
individu. Hubungan ini diatur oleh hukum-hukum belajar, seperti adanya teori
conditioning atau teori pembiasaan dan keteladanan. Mereka juga meyakini bahwa
baik dan buruk itu adalah karena pengaruh lingkungan.
Dari uraian di atas
bisa diambil beberapa kesimpulan yaitu;
-
Manusia pada dasarnya memiliki tenaga
dalam yang dapat menggerakkan hidupnya.
-
Dalam diri manusia ada fungsi yang
bersifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan
sosial individu.
-
Manusia pada hakikatnya dalam proses
‘menjadi’, dan terus berkembang.
-
Manusia mampu mengarahkan dirinya ke
tujuan yang positif, mampu mengatur dan mengendalikan dirinya dan mampu
menentukan nasibnya sendiri.
-
Dalam dinamika kehidupan individu selalu
melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang
lain, dan membuat dunia menjadi lebih baik.
-
Manusia merupakan suatu keberadaan yang
berpotensi yang perwujudannya merupakan ketakterdugaan. Namun potensi itu
bersifat terbatas.
-
Manusia adalah makhluk Tuhan, yang yang
kemungkinan menjadi ‘baik’ atau’buruk’.
-
Lingkungan adalah penentu tingkah laku
manusia dan tingkah laku itu merupakan kemampuan yang dipelajari.
3.
Kebudayaan Bangsa Timur
Budaya
Timur dan Barat adalah dua budaya yang ada di dunia. Keberadaanya dalam
masyarakat dapat menciptakan sebuah karya sastra. Timur dan Barat merupakan dua
budaya yang berbeda. Timur mengacu pada Asia, sedangkan Barat lebih mengacu
pada negara-negara yang berada di Benua Eropa dan Amerika.
Berdasarkan
perbedaan budaya, Timur dan Barat memiliki ciri khas masing-masing. Budaya
Timur bersifat spiritual berbanding terbalik dengan Barat yang bersifat
rasional.
4.
Pengertian Kebudayaan
Secara
etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah”, yaitu bentuk
jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Sedangkan ahli antropologi yang memberikan
definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Tylor
dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan
kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan
yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Pada sisi yang agak berbeda.
Koentjaraningrat
mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil
kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar
dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan
cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupanan masyarakat.
Secara lebih jelas dapat
diuraikan sebagai berikut:
a.
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, yang meliputi:
-
Kebudayaan materiil (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia,
misalnya kendaraan, alat rumah tangga, dan lain-lain.
-
Kebudayaan non-materiil (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat
dan diraba, misalnya agama, bahasa, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
b.
Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya mungkin
diperoleh dengan cara belajar.
c.
Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat kemungkinannya
sangat kecil untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya, tanpa kebudayaan tidak
mungkin manusia (secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan
kehidupannya. Jadi, kebudayaan adalah hampir semua tindakan manusia dalam
kehidupan sehari-hari.
Pengertian
Kebudayaan Menurut Ahli:
E.B. Taylor (1871),
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat.
Selo Sumarjan dan Soelaeman
Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya,
rasa dan cipta masyarakat.
Sutan Takdir Alisyahbana,
Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir.
Koentjaraningrat,
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus
dibiasakannya dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya.
A.L. Krober dan C. Kluckhon,
bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam
arti seluas- luasnya.
C.A. Van Peursen
mengatakan bahwa kebudayaan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang, dan
kehidupan setiap kelompok orang-orang berlainan dengan hewan-hewan, maka
manusia tidak hidup begitu saja ditengah alam, melainkan selalu mengubah alam.
Krober dan Kluckhon,
kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran,
perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol
yang menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompokkelompok manusia,
termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan
terdiri atas tradisi dan cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan
terhadap nilai-nilai.
5.
Unsur-unsur Kebudayaan
Unsur-unsur
kebudayaan meliputi semua kebudayaan yang ada di dunia, baik yang kecil,
sedang, besar, maupun yang kompleks. Menurut konsepnya Malinowski, kebudayaan
di dunia ini mempunyai tujuh unsur universal, yaitu:
-
Bahasa
-
Sistem teknologi
-
Sistem mata pencaharian
-
Organisasi sosial
-
Sistem pengetahuan
-
Religi
-
Kesenian
Seluruh
unsur itu saling terkait antara yang satu dengan yang lain dan tidak bisa
dipisahkan.
6.
Wujud Kebudayaan
Ahli
sosiologi Talcott Parsons dan ahli antropologi A.L. Kroeber pernah menganjurka
untuk membedakan antara wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari gagasan-gagasan
serta konsep-konsep, dan wujudnya sebagai rangkaian tindakan serta aktivitas
manusia yang berpola. Oleh karena itu J.J Honingmann mencoba membuat perbedaan
tiga gejala kebudayaan yaitu: ideas,
activities dan artifacts
(Koentjaraningrat, 1996; 74).
Di
lain pihak Koentjaraningrat (1996;74) menyarankan agar kebudayaan
dibeda-bedakan sesuai dengan empat wujudnya, yang secara simbolis dapat
digambarkan menjadi empat lingkaran konsentris sebagai berikut:
Keempat
lingkaran konsentris menggambarkan dari dalam ke luar; (1) nilai-nilai budaya
(lingkaran pusat berwarna hitam), (2) sistem budaya, (3) sistem sosial, dan (4)
kebudayaan fisik.
Menurut
Koentjaraningrat (1996;74-75), (1) lingkaran paling luar adalah melambangkan
kebudayaan sebagai artefacts atau
benda-benda fisik; (2) lingkaran berikutnya melambangkan kebudayaan sebagai
sistem tingkah laku dan tindakan berpola; (3) lingkaran yang berikutnya lagi
adalah melambangkan kebudayaan sebagai sistem gagasan; dan (4) lingkaran hitam
yang letaknya paling dalam dan bentuknya yang paling kecil atau merupakan pusat
atau inti dari seluruh bagan, melambangkan kebudayaan sebagai sistem gagasan
yang ideologis.
7.
Orientasi Nilai Budaya
Kebudayaan
sebagai karya manusia memiliki sistem nilai, menurut C. Kluckhon dalam karyanya
Variations in Value Orientation (1961)
sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia, secara universal
menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia, yaitu:
a.
Hakekat Hidup Manusia: hakekat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara
ekstern. Ada yang berusaha untuk memadamkan hiidup, ada pula dengan pola-pola
kelakuan tertentu.
b.
Hakekat Karya Manusia: setiap kebudayaan hakekatnya berbeda-beda, untuk hidup,
kedudukan/kehormatan, gerak hidup untuk menambah karya.
c.
Hakekat Waktu Manusia: hakekat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda, orientasi
masa lampau atau untuk masa kini.
d.
Hakekat Alam Manusia: ada kebudayaan yang menganggap manusia harus
mengeksploitasi alam, ada juga yang harus harmonis dengan alam atau manusia
menyerah kepada alam.
e.
Hakekat Hubungan Manusia: mementingkan hubungan antar manusia baik vertikal
maupun horizontal (orientasi pada tokoh-tokoh). Ada pula berpandangan
individualis.
8.
Perubahan Kebudayaan
Terjadinya
gerak perubahan kebudayaan ini disebabkan oleh:
-
Sebab-sebab yang berasal dari dalam
masyarakat dan kebudayaan sendiri misalnya perubahan jumlah dan komposisi
penduduk
-
Sebab-sebab perubahan lingkungan alam
fisik tempat mereka hidup
9.
Kaitan Manusia dan Kebudayaan
Proses
dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu:
-
Eksternalisasi,
proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya.
-
Obyektivasi,
proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang
terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia.
-
Internalisasi,
proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia
memperlajari kembali masyarakatnya sendiri agar dia dapat hidup dengan baik.
Referensi:
Disusun Oleh:
Safitri Tsa’niyah
(19214926)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar