MANUSIA
DAN KESUSASTRAAN
1.
Pendekatan Kesusastraan
Ilmu
Budaya Dasar yang semula dinamakan Basic
Humanities, berasal dari bahasa Inggris the
humanities. Istilah ini berasal dari bahasa latin Humanus, yang berarti manusiawi, berbudaya, dan halus. Dengan mempelajari
the humanities orang akan menjadi
lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Jadi the humanities berkaitan dengan masalah nilai, yaitu nilai kita
sebagai homo humanus.
Untuk
menjadi homo humanus, manusia harus
mempelajari ilmu, yaitu the humanities,
disamping tanggung jawabnya yang lain. Apa yang dimasukkan ke dalam the humanities masih dapat
diperdebatkan, dan kadang-kadang disesuaikan dengan keadaan dan waktu. Pada umumnya
the humanities mencakup filsafat,
teologi, seni dan cabang-cabangnya termasuk sastra, sejarah, cerita rakyat, dan
sebagainya. Pada pokoknya semua mempelajari masalah manusia dan budaya. Karena itu
ada yang menterjemahkan the humanities
menjadi ilmu-ilmu kemanusiaan, ada juga yang menterjemahkan menjadi pengetahuan
budaya.
Hampir
di setiap jaman, seni termasuk sastra memegang peranan yang penting dalam the humanities. Ini terjadi karena seni
merupakan ekspresi nilai-nilai kemanusiaan, dan bukannya formulasi nilai-nilai
kemanusiaan seperti yang terdapat dalam filsafat atau agama. Dibanding dengan cabang
the humanities yang lain, seperti misalnya ilmu bahasa, seni memegang peranan
yang penting, karena nilai-nilai kemanusiaan yang disampaikannya normatif.
Karena
seni adalah ekspresi yang sifatnya tidak normatif, seni lebih mudah
berkomunikasi. Karena tidak normatif, nilai-nilai yang disampaikannya lebih
fleksibel, baik isinya maupun cara penyampaiannya.
Hampir
di setiap jaman, sastra mempunyai peranan yang lebih penting. Alasan pertama,
karena sastra mempergunakan bahasa. Sementara itu, bahasa mempunyai kemampuan
untuk menampung hampir semua pernyataan kegiatan manusia. Dalam usahanya untuk
memahami dirinya sendiri, yang kemudian melahirkan filsafat, manusia
mempergunakan bahasa. Dalam usahanya untuk memahami alam semesta, yang kemudian
melahirkan ilmu pengetahuan, manusia mempergunakan bahasa. Dalam usahanya untuk
mengatur hubungan antara sesamanya yang kemudian melahirkan ilmu-ilmu sosial,
manusia mempergunakan bahasa. Dengan demikian, manusia dan bahasa pada
hakekatnya adalah satu. Kenyataan inilah mempermudah sastra untuk
berkomunikasi.
Sastra
juga lebih mudah berkomunikasi, karena pada hakekatnya karya sastra adalah penjabaran
abstraksi. Sementara itu filsafat, yang juga mempergunakan bahasa, adalah
abstraksi. Cinta kasih, kebahagiaan, kebebasan dan lainnya yang digarap oleh
filsafat adalah abstrak. Sifat abstrak inilah yang menyebabkan filsafat kurang
berkomunikasi.
Cabang-cabang
seni yang lain pada hakekatnya juga abstrak. Gerak-gerik dalam seni tari,
misalnya, masih perlu dijabarkan. Meskipun bunyi-bunyi dalam seni musik lebih
cepat dinikamti, bunyi-bunyi itu sendiri masih memerlukan penafsiran itu sastra
masih dapat ditafsirkan lagi.
Sastra
juga didukung oleh cerita. Dengan cerita orang lebih mudah tertarik, dan dengan
cerita orang lebih mudah mengemukakan gagasan-gagasannya dalam bentuk yang tidak normatif. Cabang-cabang seni yang lain
juga dapat menarik tanpa cerita, akan tetapi sulit bagi penciptanya
mengemukakan gagasannya. Dalam musik misalnya, kata-kata penciptanya tertelan
oleh melodinya.
Karena
seni memegang peranan penting, maka seniman sebagai pencipta karya seni juga
penting, meskipun yang lebih penting adalah karyanya. Seniman adalah media
penyampai nilai-nilai kemanusiaan. Kepekaannya menyebabkan dia mampu menangkap
hal yang lepas dari pengamatan orang lain.
2.
Ilmu Budaya Dasar Dikaitkan Dengan Prosa
Istilah prosa banyak padanannya. Kadang-kadang disebut narrative fiction, prose fiction atau hanya fiction
saja. Dalam bahasa Indonesia istilah tadi sering diterjemahkan menjadi cerita
rekan dan didefinisikan sebagai bentuk cerita atau prosa kisahan yang mempunyai
pameran, lakuan, peristiwa dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau
imaginasi. Istilah cerita rekaan umumnya dipakai untuk roman, atau novel, atau
cerita pendek.
Dalam
kesusastraan Indonesia kita mengenal jenis prosa lama dan prosa baru. Prosa
lama meliputi (1) Dongeng-dongeng; (2) Hikayat; (3) Sejarah; (4) Epos; dan (5)
Cerita pelipur lara. Prosa pendek meliputi (1) Cerita pendek; (2) Roman/novel;
(3) Biografi; (4) Kisah; dan (5) Otobiografi.
3.
Nilai-nilai dalam Prosa
Sebagai seni yang bertulang punggung cerita, mau tidak
mau karya sastra (prosa fiksi) langsung atau tidak langsung membawakan moral,
pesan atau cerita. Dengan perkataan lain prosa mempunyai nilai-nilai yang
diperoleh pembaca lewat sastra. Adapun nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat
sastra antara lain:
a. Prosa fiksi memberikan
kesenangan
Keistimewaan kesenangan yang diperoleh dari membaca fiksi
adalah pembaca mendapatkan pengalaman sebagaimana mengalaminya sendiri peristiwa
atau kejadian yang dikisahkan. Pembaca dapat mengembangkan imaginasinya untuk
mengenal daerah atau tempat yang asing, yang belum dikunjunginya atau yang tak
mungkin dikunjungi selama hidupnya. Pembaca juga dapat mengenal tokoh-tokoh
yang aneh atau asing tingkah lakunya atau mungkin rumit perjalanan hidupnya
untuk mencapai sukses.
b. Prosa fiksi
memberikan informasi
Prosa fiksi memberikan sejenis informasi yang tidak
terdapat di dalam ensiklopedi. Dalam novel sering kita dapat belajar sesuatu yang
lebih daripada sejarah atau laporan jurnalistik tentang kehidupan masa kini,
kehidupan masa lalu, bahkan juga kehidupan yang akan datang atau kehidupan yang
asing sama sekali.
c. Prosa fiksi
memberikan warisan kultural
Prosa fiksi dapat menstimuli imaginasi, dan merupakan
sarana bagi pemindahan yang tak henti-hentinya dari warisan budaya bangsa.
Novel seperti Siti Nurbaya, salah asuhan, sengsara
membawa nikmat, layar terkembang mengungkapkan impian-impian, harapan-harapan,
aspirasi-aspirasi dari generasi yang terdahulu yang seharusnya dihayati oleh
generasi kini. Novel yang berlatar belakang perjuangan revolusi seperti jalan
tak ada ujung, misalnya menggambarkan suatu tindakan heroisme yang mengagumkan
dan memberikan kebanggaan, yang oleh generasi muda sekarang tidak lagi
mengalaminya secara fisik, jiwa kepahlawanan perlu disentuhkan lewat
hasil-hasil sastra.
d. Prosa memberikan
keseimbangan wawasan
Lewat prosa fiksi seseorang dapat menilai kehidupan
berdasarkan pengalaman-pengalaman dengan banyak individu. Fiksi juga
memungkinkan lebih banyak kesempatan untuk
memilih respon-respon emosional atau rangsangan aksi yang mungkin sangat berbeda daripada apa yang
disajikan dalam kehidupan sendiri.
Adanya semacam kaidah kemungkinan yang tidak mungkin
dalam fiksi inilah yang memungkinkan pembaca untuk dapat memperluas dan
memperdalam persepsi dan wawasannya tentang tokoh, hidup dan kehidupan manusia.
Dari banyak memperoleh pengalaman sastra, pembaca akan terbentuk keseimbangan
wawasannya, terutama dalam menghadapi kenyataan-kenyataan diluar dirinya yang
mungkin sangat berlainan dari pribadinya. Seorang dokter yang dianggap memiliki
status sosial tinggi, tetapi ternyata mendatangi perempuan simpanannya walaupun
dengan alasan-alasan psikologis, seperti dikisahkan novel belenggu, adalah
contoh kemungkinan yang tidak mungkin. Tetapi justru dari sinilah pembaca
memperluas perspektifnya tentang kehidupan manusia.
Berkenaan dengan moral, karya sastra dapat dibagi menjadi
dua; Karya sastra yang menyuarakan aspirasi jamannya, dan karya sastra yang
menyuarakan gejolak jamannya. Ada juga yang tentunya menyuarakan kedua-duanya.
Karya sastra yang menyuarakan aspirasi jamannya mengajak
pembaca untuk mengikuti apa yang dikehendaki jamannya. Kebanyakan karya sastra
Indonesia di jalam Jepang yang dikelompokkan ke dalam kelompok ini.
Karya
sastra yang menyuarakan gejolak jamannya, biasanya tidak mengajak pembaca untuk
melakukan sesuatu, akan tetapi untuk merenung.
Kedua
macam karya sastra itu selalu menyampaikan masalah. Masalah ini disampaikan
dengan jalan menyajikan interaksi tokoh-tokohnya. Masing-masing tokoh mempunyai
temperamen, pendirian, dan kemauan yang berbeda-beda. Perbedaan ini menimbulkan
konflik. Konflik dapat terjadi baik di dalam diri tokoh sendiri maupun diantara
tokoh satu dengan tokoh lainnya.
4.
Ilmu Budaya Dasar Dihubungkan dengan Puisi
Puisi
termasuk seni sastra, sedangkan sastra bagian dari kesenian, dan kesenian
cabang/unsur dari kebudayaan. Kalau diberi batasan, maka puisi adalah ekspresi
pengalaman jiwa penyair mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui
media bahasa yang artistik/estetik, yang secara padu dan utuh dipadatkan
kata-katanya.
Kepuitisan,
keartistikan atau keestetikaan bahasa puisi disebabkan oleh kreativitas penyair
dalam membangun puisinya dengan menggunakan:
a. Figura bahasa (figurative language) seperti gaya
personifikasi, metafora, perbandingan, alegori, dan sebagainya. Puisi menjadi
segar, hidup, menarik dan memberi kejelasan gambaran angan.
b. Kata-kata yang ambigu, yaitu kata-kata yang
bermakna ganda, banyak tafsir.
c. Kata-kata berjiwa, yaitu
kata-kata yang sudah diberi suasana tertentu, berisi perasaan dan pengalaman
jiwa penyair sehingga terasa hidup dan memukau.
d. Kata-kata konotatif yaitu
kata-kata yang sudah diberi tambahan nilai-nilai rasa dan asosiasi-asosiasi
tertentu.
e. Pengulangan, yang
berfungsi untuk mengintensifkan hal-hal yang dilukiskan, sehingga lebih
menggugah hati.
Dibalik
kata-katanya yang padat, ekonomis dan sukar dicerna maknanya itu, puisi berisi
potret kehidupan manusia. Puisi menyuguhkan kepada kita suasana-suasana dan
peristiwa-peristiwa kehidupan manusia dan juga dalam kaitan kehidupannya dengan
alam dan Tuhan. Ia merupakan hasil penghayatan dan pengalaman penyair terhadap
kehidupan manusia, terhadap alam dan Tuhan yang diekspresikannya melalui bahasa
yang artistik.
Adapun
alasan-alasan yang mendasari penyajian puisi pada Ilmu Budaya Dasar adalah
sebagai berikut:
1. Hubungan Puisi dengan Pengalaman Hidup Manusia
Perekaman
dan penyampaian pengalaman dalam sastra puisi disebut “pengalaman perwakilan’.
Ini berarti bahwa manusia senantiasa ingin memiliki salah satu kebutuhan
dasarnya untuk lebih menghidupkan pengalaman hidupnya dari sekedar kumpulan
pengalaman langsung yang terbatas. Dengan pengalaman perwakilan itu
sastra/puisi dapat memberikan kepada kita memiliki kesadaran (insight-wawasan) yang penting untuk
dapat melihat dan mengerti banyak tentang dirinya sendiri dan tentang
masyarakat.
Pendekatan
terhadap pengalaman perwakilan itu dapat dilakukan dengan suatu kemampuan yang
disebut “imaginative entry”, yaitu
kemampuan menghubungkan pengalaman hidup sendiri dengan pengalaman yang
dituangkan penyair dalam puisinya.
2. Puisi dengan Keinsyafan/Kesadaran Individual
Dengan
membaca puisi, kita dapat diajak untuk dapat menjenguk hati/pikiran manusia,
baik orang lain maupun diri sendiri, karena melalui puisinya sang penyair
menunjukkan kepada pembaca bagian dalam hati manusia, ia menjelaskan pengalaman
setiap orang.
3. Puisi dengan Keinsyafan Sosial
Puisi
juga memberikan kepada manusia tentang pengetahuan manusia sebagai makhluk social,
yang terlibat dalam issue dan problem
sosial. Secara imaginatif puisi dapat menafsirkan situasi dasar manusia social
yang bisa berupa: (1) penderitaan atas ketidakadilan; (2) perjuangan untuk
kekuasaan; (3) konflik dengan sesamanya; dan (4) pemberontakan terhadap hukum hukum.
Puisi-puisi
umumnya sarat akan nilai-nilai etika, estetika dan juga kemanusiaan. Salah satu
nilai kemanusiaan yang banyak mewarnai puisi-puisi adalah cinta kasih (yang
terpaut di dalamnya kasih sayang, cinta, kemesraan dan renungan). Rendra dengan
puisinya “episode” misalnya, melukiskan betapa kemesraan cinta begitu merasuk
ke dalam jiwa dua sejoli muda-mudi yang sedang menjalin cinta.
Kami duduk berdua
di bangku halaman rumah
pohon jambu di halaman itu
berbuah dengan lebatnya
dan kami senang memandangnya
angin yang lewat
memainkan daun yang berguguran
tiba-tiba ia bertanya :
“mengapa sebuah kancing bajumu
lepas terbuka ?”
aku hanya tertawa
lalu ia sematkan dengan mesra
sebuah peniti menutup bajuku
sementara itu aku bersihkan
guguran bunga jambu
yang mengotori rambutnya.
Kemesraan
cinta tidak hanya terpatri dalam lubuk hati masing-masing tetapi juga memancar
dari sinar mata keduanya yang bening dan belaian-belaian mesra jari jemari
mereka yang bergetar.
Cinta
kasih itu kadang-kadang tidak berdiri sendiri, ia sering berpadu dengan
nilai-nilai kemanusiaan yang lain seperti penderitaan (kesepian, kesedihan,
keputusasaan, dll).
“padamu
jua” misalnya mengungkapkan pandangan hidup ketuhanan dan ratapan hati Amir Hamzah
yang hancur luluh karena tali cintanya
telah begitu mesra dengan seorang gadis jawa direnggut dan diputuskan oleh
ayahnya, yang akan menjodohkan puteranya dengan gadis pilihan ayahnya yang
masih terbilang kemenakannya sendiri.
PADAMU JUA
habis kikis
segala cintaku hilang terbang
pulang kembali akan padamu
seperti dulu
kaulah kandil kemerlap
pelita jendela dimalam gelap
melambai pulang perlahan
sabar, setia selalu
satu kekasihku
aku manusia
rindu rasa
rindu rupa
dimana engkau
rupa tiada
suara sayup
hanya kata merangkai hati
engkau cemburu
engkau ganas
mangsa aku dalam cakarmu
bertukar tangkap dengan lepas
nanar aku, gila dasar
sayang berulang padamu jua
engkau pelik menarik angina
serupa dara dibalik tirai
Kasihmu sunyi
menunggu seorang diri
lalu waktu-bukan giliranku
matahari bukan kawanku….
Tapi sebagai
pemuda yang beriman Amir Hamzah tabah menghadapi cobaan hidup. Dengan selalu
mendekatkan diri pada Tuhan. Allah satu-satunya zat yang maha pengasih dan
penyayang yang dicintainya, yang menjadi tumpuannya mendapatkan pegangan dan
petunjuk, sehingga ia dapat menguasai diri dari rasa putus asa. Ia selalu
merenung-renung dalam solatnya dan pasrah atas kehendak Tuhan yang telah
menentukan jalan nasibnya.
Habis kikis
segala cintaku hilang terbang
pulang kembali aku padamu
seperti dahulu
kaulah kandil kemerlap
pelita jendela di dalam gelap
melambai pulang perlahan
sabar, setia selalu
Dalam
mendekatkan diri dengan Tuhannya ia selalu merindukan dan mendambakan rupa
Tuhannya, namun tak pernah kunjung Nampak. Amir Hamzah jadi bingung dan cemas,
khawatir Tuhan tidak mencintainya. Seperti pengakuannya:
Satu kekasihku
aku manusia
rindu rupa
rindu rasa
dimana engkau
rupa tiada
suara sayup
Namun
akhirnya ia sadar dan taqwa bahwa zat Allah memang tak dapat dijangkau oleh
indera manusia, kecuali dengan ucapan:
(dalam solat, berdoa, dan sebagainya)
hanya
kata merangkai hati
Puisi
merupakan sesuatu yang hidup dalam alam metafisis, suatu impian yang
berkepribadian sehingga sukar dihayati isinya. Walaupun demikian bila puisi dibaca
dengan baik setidaknya akan dapat membantu pembaca dalam menafsirkan maknanya.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar